Bintangmu Bintangku





Sya na na na na mana bintangmu
Sya na na na na ini bintangku

...................................
Masih ingat lagu Heidy Diana tahun 80-an. Lagu jadul, masgul, mang Dul, jaman saya masih SD yang fenomenal dan meriah :-)

Masa-masa remaja dulu, jika sedang jatuh cinta atau kepahitan sedang menimpa, kayaknya majalah Gadis atau Anekayess jadi buruan. Apalagi yang diburu kalau bukan ramalan bintang atau dalam bahasa Yunani disebut Zodiak. Mungkin remaja sekarang atau bahkan yang sudah menua juga begitu, senang sama ramalan2 bintang. Malah lebih dimudahkan untuk urusan ramalan bintang ini, tinggal Ketik Reg Bintang…kirim ke…bla bla bla….

Dari wikipedia saya dapatkan bahwa Zodiak (dari kata Yunani Zoodiacos Cyclos yang artinya Lingkaran Hewan) adalah sebuah sabuk khayal di langit dengan lebar 18° yang berpusat pada lingkaran ekliptika, tetapi istilah ini dapat pula merujuk pada rasi-rasi bintang yang dilewati oleh sabuk tersebut, yang sekarang berjumlah 13. (lingkaran ekliptika adalah garis khayal yang terdapat di bola langit).

Sedangkan ilmu yang menghubungkan antara gerakan benda-benda tatasurya (planet, bulan dan matahari) dengan nasib manusia dinamakan Astrologi. Karena semua planet, matahari dan bulan beredar di sepanjang lingkaran ekliptik, otomatis mereka semua juga beredar di antara zodiak. Ramalan astrologi didasarkan pada kedudukan benda-benda tatasurya di dalam zodiak.

Seseorang akan menyandang tanda zodiaknya berdasarkan kedudukan matahari di dalam zodiak pada tanggal kelahirannya. Misalnya, orang yang lahir awal desember akan berzodiak Sagittarius, Karena pada tanggal tersebut Matahari berada di wilayah rasi bintang Sagittarius. Kedudukan Matahari sendiri dibedakan antara waktu tropikal dan waktu sideral yang menyebabkan terdapat dua macam zodiak, yaitu zodiak tropikal dan zodiak sideral. Sebagian besar astrologer Barat menggunakan zodiak tropikal.

Beberapa waktu lalu, teman saya membahas masalah zodiak ini.
Dia membacakan zodiak saya yang Aquarius menurut sebuah sumber, entah saya tak tau sumber yang dia dapat dari mana asal muasalnya.

Begini sebagian cuplikannya :

Aquarians pada dasarnya merupakan karakter yang menyenangkan. Mereka dapat dipisahkan menjadi dua tipe prinsipal : satu pemalu, sensitif, lembut dan sabar; yang lainnya antusias, pamer diri, terkadang menyembunyikan karakter aslinya dalam kejenakaan. Kedua tipe tersebut sangat kuat antara satu dan lainnya dan memiliki kepercayaan diri yang tinggi, meskipun mereka seringkali mencari kebenaran atas segala hal, mereka biasanya cukup jujur unutk mengubah opini mereka, namun jika ada bukti sedikit saja yang dapat mendukung kesalahan mereka, mereka akan tetap bertahan pada argumentasinya. Mereka memiliki visi yang luas yang membawa beberapa factor perbedaan menjadi satu, dan dapat melihat dari kedua sisi dari suatu argument tanpa sungkan mengakui pada sisi mana sebenarnya mereka berpihak. Tentu saja hal ini menyebabkan mereka sangat toleran dalam berbagai sudut pandang yang ada. Hal ini disebabkan mereka dapat melihat kebenaran dari setiap argument, meskipun mereka tidak dapat menerima argument tersebut. Mereka mematuhi ungkapan Quaker yang ada "Terbukalah pada kebenaran, dari sumber manapun," dan mereka siap belajar dari setiap orang.

Pada umumnya mereka cukup cerdas, jelas dan logis. Kebanyakan memiliki imajinasi yang tinggi dan memiliki intuisi, hal ini yang menyebabkan Era Aquarius, yang sebentar lagi akan terjadi, dimulai dengan adanya lingkaran spiritual sebagai suatu era dalam hidup manusia yang akan memiliki kebangkitan dari sisi spiritual.

Aquarians biasanya menghargai kesempatan untuk hal-hal spiritual seperti meditasi, atau jika mereka religius, melakukan acara keagamaan. Bahkan dalam organisasi, aquarian terkenal sangat mandiri, menolak untuk mengikuti arus. Mereka tidak suka di intervensi oleh orang lain. Biasanya mereka memiliki selera yang baik dalam drama, musik dan seni, dan sangat memiliki bakat dalam kesenian, khususnya drama.

Beberapa hal negatif yang dimiliki biasanya adalah keunikan diri, egoisme, tendensi untuk menghindari kehidupan dan masyarakat, dan beberapa tendensi lain seperti terlalu dogmatis terhadap opini yang dimiliki. Aquarian dapat menjadi ancaman ataupun keuntungan bagi kemanusiaan secara umum.

Kemudian teman saya bertanya,dan terjadilah percakapan kecil :

Teman : ” Jadi Bu, percaya gak sama zodiak-zodiak itu?”
Saya : ” Segala hal yang bersifat ramalan nasib saya gak percaya, yang saya percaya adalah ilmu pasti seperti ilmu fengshui. ”
Teman : ” Nah, kalo gitu percaya dong ya sama pembacaan karakter zodiak?” (keukeuh pisan!)
Saya : ” Saya percaya yang baik baik aja. Kalo yang jelek-jelek, saya gak percaya ah. (curang mode on)
Teman : ” Kok gitu?”
Saya : ” Ya iya dong, masa ya iyalah. Saya kan gak mau dikatain begini “ Bintang Aquariooss ..suka makan laler ijooo...emangnya Sumanto?”
Teman : *&^*()%&

-End-

Bandung Yang Tak Sejuk Lagi





Sudah agak lama saya tidak berkesempatan mengunjungi kota Bandung. Tetapi 2 hari kemarin kebetulan kantor menugaskan saya untuk meeting di kota mode tersebut. Langsung saya hubungi adik saya yang tinggal di sana dan dia janji akan mengajak jalan keliling kota sambil wisata kuliner selepas meeting. Wah kebayang asyik nya.

Dengan diantar kendaraan kantor, waktu tempuh perjalanan dari kantor saya di Kuningan menuju Jl PHH Mustofa Bandung cukup memakan 1 jam 45 menit saja. Pantas saja jika weekend tiba penghuni Jakarta banyak yang pindah ke Bandung, apalagi kalau tidak untuk hunting fashion di beberapa FO (Factory Outlet bukan Fiber Optic.red) yang bertebaran dengan model yang up to date tiap minggunya atau berwisata kuliner. Bagi para fashionaholic Bandung surganya. Sayang, saya bukan termasuk didalamnya.

Malam harinya saya berkeliling diantar adik menyusuri sepanjang Gasibu, sambil mampir makan nasi bebek yang begitu empuk dagingnya, dilanjut jalan ke Cikapundung mencicipi semangkuk es shanghai durian yang katanya terkenal itu. Sambil mengarah ke hotel saya minta diajak melihat daerah sepanjang WR Supratman, Cilaki sampai terus menuju jalan Riau. Rumah-rumah kuno jaman Belanda banyak yang disulap menjadi bangunan yang lebih modern untuk dijadikan FO. Hilang keklasikan kota Bandung ini, padahal saya sangat suka rumah-rumah kuno.

Dulu, bagi saya Bandung adalah kota yang nyaman untuk dijadikan tempat tinggal. Selain sejuk, juga tidak terlalu hiruk pikuk seperti Jakarta. Itu dulu, 10 tahun lalu. Setiap saya tidur mesti menggunakan kaus kaki untuk menangkal udara dingin. Bandingkan dengan sekarang, masih jam 10 pagi kota Bandung layaknya Jakarta. Panas yang begitu terik, langsung menembus ubun-ubun. Hampir tak ada orang-orang memakai sweater atau jaket, wong panasnya seperti kota di pinggir laut saja.

Pagi harinya, harian Pikiran Rakyat edisi Kamis, 23 Oktober 2008 sudah disiapkan Hotel sebagai sarapan mata. Ya, headlinenya memang membahas Kota Bandung yang sudah mulai ditinggalkan oleh udara sejuknya. Tiap tahun suhu di kota ini naik sebesar 0,3 derajat Celcius. Penyebabnya? Sama halnya dengan kota-kota besar lainnya, tidak lain disebabkan hilangnya daerah hijau di Kota Bandung akibat perubahan tata guna lahan.

Hal signifikan yang terjadi pada tahun ini, yaitu fenomena urban heat island. Fenomena ini adalah keadaan yang disebabkan pemanasan lokal dimana daratan sangat panas di titik tengah tertentu dan lebih dingin di daerah yang mengelilinginya. Di Bandung Raya, urban heat island meliputi Kota Bandung dan Cimahi sebagai titik tengah, dan wilayah Kabupaten Bandung dan Bandung Barat di sekelilingnya.

Dari tahun 1994 - 2001, Bandung kehilangan sekitar 30.000 hektar hutan tapi menambah sekitar 15.000 hektar lahan industri dan sekitar 8.000 lahan pemukiman. Bahkan daerah Lembang yang dulu terkenal kesejukannya, tapi tidak untuk saat ini yang rata-rata suhu udaranya sudah mencapai 31-32 derajat celcius.

Pantas saja, tiap tahun wilayah Bandung selatan sering diterjang banjir yang ketinggiannya makin tahun makin meningkat. Tata kota yang semakin semrawut dengan sejuta angkotnya, belum lagi masalah gunungan sampah dan kemacetan akibat FO yang menjamur menjadikan Bandung semakin tidak asri dan resik lagi. Sayang ya….

– End -

Melestarikan Kuliner Tradisional


Cirebon yang dikenal dengan Kota Udang bagi kebanyakan warga Jakarta merupakan tujuan berlibur kedua setelah Bandung tiap akhir pekannya. Terlihat dari bertambahnya jumlah jam keberangkatan Kereta Api, begitu pula adanya tambahan kereta api eksekutif – diberi nama Argo Jati (dari kata Sunan Gunung Jati)- . Dan ternyata peminatnya pun banyak. Dengan harga Rp 80.000,- untuk sekali jalan dalam waktu tempuh 2,5 jam saja (bayangkan bila menggunakan mobil bisa ditempuh dalam 5 jam).

Sebagai salah satu kota Wali dan kota transit - bagi pemudik yang berada di wilayah Jawa bagian Tengah dan Timur -, menurut saya Cirebon menjadi kota yang sibuk dan padat apalagi ketika musim libur lebaran.

Bagi anda yang ingin menginap untuk menikmati kota Cirebon, gak perlu kuatir masalah tidur. Banyak hotel dan penginapan disini, - terlebih beberapa hotel baru bermunculan di tempat yang strategis -.

Begitupun soal makanan, baik masakan khas Cirebon maupun masakan lainnya ada kok. Adik saya, jika kami merencanakan berlibur pulang kampung ke Cirebon selalu menyediakan jadwal acara untuk wisata kuliner. Sebut saja Empal Gentong Mang Dharma, Tahu Gejrot angkringan (yang terkenal di Pasar Kanoman), Mie Koclok Cirebon di Panjunan, Docang di alun-alun Kasepuhan, Nasi Jamblang Mang Dul atau juga yang di Pelabuhan, Nasi Lengko di Pagongan, Lotek di Parujakan, jejeran penjual rajungan di Pasar Parujakan, belum lagi oleh-oleh Cirebon. Umm, membayangkannya saja sudah ter inga-inga untuk segera tiba di rumah Ibu.

Bergesernya zaman dari tradisional ke modern, membuat anak-anak zaman kini kurang begitu doyan untuk mencicipi hidangan tradisional. Apalagi melihat keponakan-keponakan yang sudah menginjak remaja, jika disuguhi makanan-makanan khas daerah menyentuhpun tidak, - entah sudah kenyang, malas atau gak doyan -. Maka, ketika sekolah anak saya mengadakan acara Traditional Food Day, saya dengan semangat berpartisipasi mensukseskan acara tersebut sekaligus meberikan ajaran bagi anak saya untuk lebih mengenal makanan Indonesia. Paling tidak dia sudah tau apa itu semar mendem, kue klepon, jenang .....

Ibu saya wanti-wanti, supaya saya lebih sering membuatkan makanan tradisional sambil menikmati secangkir teh seperti jenis-jenis kolak, kue-kue dari bahan singkong dan ubi (mata roda, combro, misro, getuk dll), juga dari bahan beras ketan yang mudah dan murah meriah ketimbang menyediakan makanan siap saji atau biskuit-biskuit yang sudah banyak pengawetnya. Ibu bilang, nanti anak-anak akan terbiasa makan apa yang disajikan kita, maka orangtuanya mesti mencontohkan diri. Untungnya dulu saya suka ikut bantu-bantu Ibu di dapur, jadi bisa dipraktekkan sekarang. Tinggal bagaimana caranya membujuk anak saya supaya mau icip-icip. Mariiii...... - End -
Note : gambar diambil dari Wikipedia

Konsumtif Yang Salah Kaprah



Kakak saya seorang ahli medis yang ditempatkan di sebuah desa perbatasan Jawa Barat dan Jawa Tengah, yang tingkat kemiskinannya cukup tinggi.

Kebanyakan mata pencaharian mereka sebagai petani. Sebagian lagi bekerja di kota sebagai pembantu, berdagang dan menjadi TKI di luar negeri. Yang beruntung, bisa membuat rumah yang layak di kampung dan membiayai anak-anaknya sekolah.

Namun, banyak juga pengangguran bertebaran. Herannya, tingkat perceraian di kampung ini sangat tinggi. Modusnya, si istri ditinggal kawin suami. Padahal sang suami kaya pun tidak. Hmm, syahwat tidak mengenal kaya miskin, jeng.

Kembali ke kakak saya. Kadang-kadang saya suka nelongso melihat dia yang kerjanya itu tidak mengenal waktu. Jika orang lain tertidur pulas di tengah malam, dia sering sekali digedor pasien untuk segera menolong sanak keluarganya yang ingin melahirkan. Sambil sempoyongan, dia harus siap sedia datang.

Iseng saya bertanya, dibayar berapa untuk sekali persalinan (melahirkan + perawatan harian sampai tali pusat lepas)? Kakak saya tertawa kecil, kalau yang mampu mereka akan membayar penuh walaupun kebanyakan dari mereka membayar dengan mencicil, itu pun berbulan-bulan. Namun yang kurang mampu, kadang sama sekali tidak membayar bahkan lupa untuk sekedar mengucapkan terimakasih.

Anehnya, mereka akan mengusahakan dengan sekuat tenaga dan upaya untuk melaksanakan upacara puputan – upacara yang diselenggarakan pada waktu tali plasenta bayi terlepas dari usus perut - yang notabene membutuhkan biaya yang besar untuk ukuran mereka. Ritual nya banyak dan lagi mereka harus menyiapkan bancakan – makanan yang dibagi-bagikan kepada para tamu/tetangga -. Padahal menurut saya ritual ini tidak wajib. Namun warga biasanya takut dicap tidak mampu, maka lebih memilih untuk me-riya-kan puputan ketimbang membayar biaya persalinan. Biar tekor asal kesohor.

Sama halnya ketika saya ke Kupang minggu lalu. Dengan menumpak taksi, saya mengobrol lepas dengan pak supir. Perawakannya tinggi, wajah khas Timor dengan usia sekitar 30 an. Dia bercerita tentang kemiskinan yang semakin mendera, terutama di Pulau yang lumayan gersang dan cukup susah air bersih itu. Pendapatannya dari menyupir tidak sebanding dengan kebutuhan sehari-hari keluarganya. Sambil sesekali dia menerima sms yang masuk. Saya melirik, hmm kehidupan yang susah tetapi punya handphone terbaru yang saya sendiri sudah tidak tau tipe berapa saking banyaknya varian HP merk sejuta umat itu. Mungkin prinsipnya, lebih baik tidak makan ketimbang gak bisa gaya. Ahh alda alda saja...

Setelah Ramadhan


Tradisi mudik menjadi bagian perayaan Idul Fitri keluarga kami. Lebaran kali ini, kami rayakan di Cirebon, rumah tinggal orangtua saya. Saya dan suami membagi waktu berlebaran berganti-ganti tiap tahun, dan berarti tahun depan kami berlebaran di Surabaya -tempat tinggal mertua saya-.

Beberapa kegiatan sudah saya jadwal, berziarah ke makam Ayah, Eyang-Eyang, Buyut dst. Biasanya, ketika berdoa di makam Ayah, perasaan saya biasa-biasa. Namun entah mengapa, kali ini saya ikut membayangkan para almarhum tersebut menangis entah bahagia atau sedih melihat kunjungan dan doa kami. Tercenung, karena suatu saat pun saya yang ada didalam kubur itu. Duh Gusti....

Mengingat kembali ke 25 tahun silam, lebaran bagi saya dulu adalah berkumpul di rumah Eyang, bertemu sanak saudara. Dengan kegiatan sholat Ied, makan-makan, salam-salaman, ke makam berziarah. Baju dan sepatu baru bisa berganti 2 kali sehari. Tertawa, gembira, haus tinggal minum, lapar tinggal makan. Hanya itu.

Seiring bertambah usia, kini lebaran bikin saya sedih dan bahagia. Tidak lagi terfikir untuk mencari dan memakai pakaian baru. Hanya persiapan mukena lama untuk sholat Ied. Sedih, apakah saya sanggup mengontrol dalam 11 bulan diluar Ramadhan untuk bersikap tawadhu seperti halnya di bulan Ramadhan. Karena dikiri kanan ada godaan yang menurut saya lebih banyak setelah Ramadhan ini. Bagaimana membuat diri ini bisa ditetapkan dalam iman yang kuat. Iman (bukan iman Brotoseno.red), yang kerap turun naik mengikuti irama hati.

Menurut ceramah yang pernah saya dengar, semakin kuat iman seseorang maka semakin kuat juga godaan yang datang. Seperti halnya ketika tivi menyiarkan berita seorang ustadz yang tertangkap sedang nyabu. Ketika itulah iman sedang melemah. Lantas, bagaiamana keadaan iman saya saat ini, setelah Ramadhan berlalu? Hati kecil saya yang bisa menjawab. - End -

Waktu Ashar Hampir Tiba (Bahkan Tlah Tiba)


Ketika sekolah anak saya memberi libur sekolah plus lebaran sampai 3 minggu, banyak waktu bagi anak saya untuk menghafal surat-surat pendek dari Al Quran, yang memang dianjurkan oleh pihak sekolah untuk dihafal. Walaupun baru sebatas hafalan, pasti memberikan hal positif buat si anak dan tentunya saya. Karena akhirnya saya membaca tafsir dari surat-surat pendek tsb.


Kalau kita mencermati Surat Al Ashr – suatu surat pendek dari Al Qur-an yang sangat populer, hanya terdiri dari 3 ayat – ada hal yang sangat menarik di sana. Ayat pertamanya – yang berbunyi “Wal Ashri” – sering diterjemahkan secara umum sebagai “Demi Waktu” atau “Demi Masa”. Namun sebenarnya artinya lebih spesifik, yaitu “Demi Waktu Ashar”, sebagaimana di ayat-ayat yang lain Allah juga pernah bersumpah dengan waktu-waktu yang lain, seperti “Demi Waktu Malam”, “Demi Waktu Dhuha”, dan lain-lain.

Mengapa Allah mengangkat waktu Ashar dalam surat Al Ashr. Pasti ada hikmah di balik itu. Waktu Ashar bisa dikatakan sebagai waktu “tanggung”, bahkan injury time. Jika waktu Ashar tiba artinya sebentar lagi petang akan menjelang, matahari akan tenggelam, dan malampun tiba. Ashar merepresentasikan waktu yang sangat pendek dan terbatas.

Dengan demikian, jika Allah menggambarkan kehidupan kita sebagai waktu Ashar, artinya Dia mengingatkan kita tentang pendeknya kehidupan di dunia ini. Karena ia begitu pendek dan terbatas maka tentunya tidak bijak jika kita masih “bermain-main”. Mungkin kita sering mengalami betapa cepatnya sore berganti malam tanpa kita sadari. Juga kehidupan kita. Ketika kita asyik “bermain-main” tiba-tiba saja dia sudah sampai di ujungnya.

Hanya saja memang ada bedanya antara waktu Ashar dengan hidup kita. Kalau waktu Ashar hari ini berakhir, dan matahari tenggelam, maka esok insya Allah masih akan ada waktu Ashar (jika belum dunia berakhir tentunya). Namun jika hidup kita berakhir, tidak akan ada lagi episode keduanya di sini.

Jadi, saya harus segera berlari, karena mungkin sebentar lagi “Adzan Maghrib” akan berkumandang. -End-