Celaka Tidak Mengenal Saudara


Sudah hampir seminggu ini rute perjalanan dari rumah ke kantor berbeda jalur dari sebelumnya. Tentu, karena setelah pindah rumah, jalan untuk menggapai jalan tol terasa jadi lebih panjang dan lama.

Dulu ketika masih di rumah lama, perjalanan menuju pintu tol hanya membutuhkan waktu 10 menit saja. Tapi sekarang harus dilalui 30 menit-an. Sebetulnya saya berusaha untuk selalu menikmati perjalanan menuju ke kantor, apalagi yang harus diperbuat jika tidak begitu? Sebetulnya lagi saya lebih suka kekantor menggunakan moda transportasi umum. Tetapi naik bis umum atau kereta di Jakarta masih belum berpihak pada penumpang. Ahh itulah resikonya. Mau murah dan tidak capek resikonya tidak aman dan tidak nyaman. Begitu sebaliknya. Belum lagi perjalanan menyetir yang harusnya bisa dibuat santai malah timbulnya ketegangan. Penyebabnya? Pengendara motor!

Dengan semakin meningkatnya jumlah pengendara motor beberapa tahun belakangan, maka semakin banyak jumlah kecelakaan lalu lintas tiap harinya. Banyak dari mereka yang tidak mengindahkan aturan berkendara, mengakibatkan Jakarta yang sudah macet menjadi semakin macet. Bayangkan, tiap pagi jalanan diserbu ribuan kendaraan bermotor dua yang berlari dengan kecepatan tinggi dan menguasai jalanan. Memang, pemda tidak menyediakan lajur khusus bagi mereka. Akibatnya saling sikut motor adalah hal biasa.

Saya paling ngeri jika perjalanan harus banyak melalui jalan umum ketimbang jalan tol. Ngerinya karena ulah ugal-ugalan pengendara motor itu, harus banyak istighfar dan mengelus dada. Saya kadang berfikir, si pengendara motor ini seperti punya nyawa lebih dari satu. Menyalip mobil dari arah kiri, nyebrang jalan tanpa tengok kanan kiri, main senggol motor atau mobil trus kabur, tidak pakai helm, mbonceng anak-anak tanpa alat keselamatan memadai, nyebrang di jembatan penyebrangan yang khusus buat pejalan kaki. Padahal kalau sudah celaka, mereka punya potensi kematian lebih tinggi dibanding penumpang mobil.

Tetapi hukum kadang tidak berfihak pada pengendara mobil, biarpun yang menabrak itu motor, tetap mobil yang disalahkan. Itulah mengapa saya nyetir super hati2. Hmm ekstra biaya juga untuk simbok pijet, akibat leher jadi tegang dan kaku…huhuhu

Wacana untuk membuat lajur khusus pengendara motor hanya tinggal wacana, sampai kini nyatanya di Jakarta lajur kendaraan di jalanan masih campur aduk gak karuan, wong kadang lajur busway pun disusupi mobil pribadi dan umum kok. Beberapa bulan yg lalu polisi tiap pagi berjaga sepanjang MT Haryono menuju Semanggi utk mengatur motor yang lewat supaya berlari di lajur kiri. Aiihh anget anget tahi ayam ya….sudah gak ada lahi tuh sekarang, secara pengendara motornya bandelisasi, jadi pak/bu polisi males deh, eeehh kok gitu??? Trus kapan tertibnya kota ini?