Cuti 3 Hari


Sudah membayangkan asyiknya bercuti ria. 3 hari waktu yang berharga untuk sedikit lepas dari ketegangan kantor. Tapi kenyataannya tidak gitu. Waktu santainya dipakai untuk rapi - rapi barang yang masih menumpuk dalam beberapa kardus besar. Resiko orang pindahan rumah.

Untungnya saya selalu membuat jadwal, hari I mau mengerjakan apa dan begitu seterusnya. Prioritas utama tentu barang dan pakaian milik suami dan anak. Mereka tidak cuti dan libur. Malah dinas keluar kota. Alhamdulillah dalam 3 hari, rumah sudah rapi dengan dibantu dayang-dayang juga.

Mumpung cuti, saya sempatkan untuk belanja ke pasar tradisional di dekat rumah. Selain lebih murah, juga ikut membantu menghabiskan dagangannya para pedagang kecil itu yang untungnya mungkin tidak seberapa dibanding pasar modern. Banyak kebutuhan pangan yang habis di dapur, mau tak mau ya harus belanja di minggu ini. Sebab mulai 4 hari menjelang puasa, harga barang langsung melonjak. Si Ibu penjual bumbu dapur sedikit beriklan : " Ayo Bu, beli sekarang. Besok sudah saya naikkan harga-harganya." Entah benar besok naik atau tidak, ya akhirnya termakan iklan. Bahan yang tadinya tidak masuk dalam daftar belanja ikut dibeli juga. Mungkin rejekinya si penjual. Barang dagangannya hampir habis diborong para ibu. Beberapa ibu menggumam dan menyesalkan banyaknya barang yang naik setelah kenaikan gas elipiji beberapa hari lalu. Dapat dimengerti, sementara uang belanja tidak naik,akhirnya banyak kebutuhan yang tidak prioritas dipangkas untuk tidak dibeli. Hmm suatu pilihan.

Selalu mengasyikkan jika belanja di pasar basah, melihat pembeli dan penjual yang kadang suka bertingkah lucu menurut saya. Belum lagi banyaknya anak-anak usia 7-13 tahun yang menawarkan diri untuk membawakan barang belanjaan. Datang kepada saya si kecil usia sekitar 8 tahunan, wajahnya bersih putih menawarkan diri untuk angkat belanjaan saya. Sambil memelas dia bilang " Seribu saja Bu, tidak apa2". Nyess, tidak tega melihatnya. "Ya, tolong dibawa ya. Kamu gak sekolah?" tanya saya. "Sekolah Bu, saya sudah pulang. Sekarang sambil nyari untuk ongkos dan jajan sekolah". Tertegun, bersyukur saya masih diberi rejeki lebih, sehingga anak saya tidak harus bekerja sambil sekolah untuk sekedar ongkos ke sekolah. Miris, tapi itulah kenyataannya. Di jaman yang semakin keras, di saat biaya yang semakin melonjak, anak-anak yang nantinya diharapkan jadi penerus bangsa harus ikut menanggung kerasnya hidup disaat usia bermain mereka. Semoga Tuhan memberikan takdir yang baik untuk mereka. Amin.

Waktu 3 hari ternyata tidak terasa, banyak saya pakai untuk bermain dengan si kecil Bimo. Mengajarinya menghafal doa sehari-hari, berdua membuat prakarya menyambut Ramadhan untuk tarhib, yang pasti punya waktu lebih untuk tidur. Ahh nikmatnya, berharap cuti ini membawa berkah dan manfaat buat diri dan orang lain. -End-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar